Kisah Nyata Penyelamatan Buddha
Amitabha
43. Nyonya
Mahjong Terlahir ke Alam Sukhavati
Ibunda-ku
bernama Shen Mian-zai, meninggal dunia pada tanggal 8 November 2010 di Vihara
Kaiyuan, Kabupaten Changsha, pada usia 82 tahun.
Semasa
hidupnya Ibunda belum meyakini Ajaran Buddha dan melafal Amituofo. Pada bulan
Mei 2005, Ibunda dirawat di Rumah Sakit karena menderita Osteoporosis parah
yang menyebabkan kelumpuhan.
Selama
5 tahun lebih, tulang di sekujur tubuh siang malam tak berhenti terasa sakit, dalam
kehidupan keseharian tidak mampu mengurus diri sendiri, mengompol, mengenakan
popok sepanjang hari; buang air besar beberapa hari bahkan belasan hari se-kali,
butuh bantuan perawat untuk menariknya keluar, terkadang anusnya sampai
membusuk, sepanjang hari tidur di atas tumpukan kotoran, melewati kehidupan
bagaikan berada di Neraka.
Sepanjang
hidupnya, Mama hobi main mahjong, sehari sampai menghabiskan belasan jam di
atas meja mahyong. Tiap hari bangun pukul 11 siang, tidak sampai pukul 12 dia
sudah berada di atas meja mahyong, sampai pukul 6 sore, barulah makan malam,
lalu sambung lagi sampai pukul 1-2 dini hari.
Dalam
waktu keseharian dia tidak suka bergerak, selama jangka panjang duduk di atas
meja mahjong, menyebabkan sakit pada bagian tulang leher, bahu dan pinggang. Malam
harinya tidak bisa tidur pulas, kami putra-putrinya saling bergantian selama 24
jam memijatnya juga tidak ada gunanya.
Kemudian
penyakitnya berkembang sampai tangan tidak mampu mengangkat sumpit untuk makan,
bahkan tidak sanggup memegang sendok lagi; seterusnya kakinya tidak bisa
digerakkan lagi.
Walaupun
sudah jadi begini, namun semangat Mama main mahjong tak pernah kendur. Beliau
tinggal di lantai dua, menelepon ke kedai mahjong : “Kalian utus orang antar
saya ke kedai.”
Tentu
saja petugas di kedai mahjong senang sekali, Mama sampai diberi gelar “Jenderal
Dermawan” alias orang yang sering menderita kekalahan uang!
Saya
bilang ke Mama : “Duh....Mama ini.....sudah menderita sakit parah begini, masih
saja memikirkan main mahjong.” Mama langsung cemberut dan membela diri : “Kalau
sekarang tidak main, nanti sudah tidak punya kesempatan lagi.”
Ternyata
benar, tidak lama kemudian Mama harus dirawat di Rumah Sakit, bahkan sudah
berpindah-pindah ke beberapa Rumah Sakit, walaupun gejala penyakit sudah agak
lumayan, tetapi rasa sakit tidak berkurang sama sekali, terbaring tak berdaya
di atas tempat tidur, siksaan kesakitan itu tak terungkapkan dengan kata-kata.
Pembaca
sekalian mungkin mengira saya mengatakan hal ini berarti tidak menghormati
Ibunda sendiri, tetapi kalau tidak berterus terang, bagaimana bisa mencerminkan
Maitri Karuna penyelamatan Buddha Amitabha?
Suatu
hari saya tiba di Rumah Sakit, Bunda memberitahukan padaku bahwa semalam dia
bermimpi lagi sedang bermain mahjong, ada tiga orang yang tidak berkepala
menyeret dan memukulinya, dia ketakutan setengah mati, memohon pada mereka : “Saya
sudah menderita sakit hingga separah ini, kalian jangan menyiksaku lagi,
kumohon pada kalian.”
Keesokan
harinya dia mengadu pada dokter dan perawat supaya mengusir ketiga sosok
tersebut, jangan datang mengganggu dan cari masalah dengannya lagi.
Saya
sangat memahami apa yang telah terjadi sebenarnya, makanya cepat-cepat
menasehati Mama supaya melafal Amituofo.
Ibunda-ku
memiliki enam orang putra-putri, tiga diantaranya meyakini Buddha dan melafal
Amituofo, dalam waktu keseharian juga menjelaskan pada Mama tentang manfaat
dari meyakini Buddha dan melafal Amituofo, makanya beliau memahami sedikit
tentang Buddha Dharma, namun juga tidak sudi melafal Amituofo.
Apa
boleh buat, Mama tetap tidak mau melafal Amituofo, terpaksa menaruh mesin
pemutar lafalan Amituofo di sisi bantalnya, siang malam dibuka terus menerus,
hingga satu kurun waktu berlalu, tiga sosok hantu tidak berkepala itu tidak
datang mengganggunya lagi.
Kemudian
Mama sering meminta perawat untuk menutup mesin pemutar lafalan Amituofo, dia
tidak ingin mendengarnya lagi, selanjutnya saya dan abang sering ke Rumah Sakit
menjelaskan padanya tentang Buddha Dharma dan Kisah Hukum Karma, perlahan-lahan
dia mulai bisa menerimanya.
Agar
dia cepat pulih kembali, saya berkunjung ke beberapa Vihara guna melimpahkan
jasa kepada dirinya, baik mengikuti upacara ritual, melepaskan satwa ke alam
bebas, dan sebagainya, bahkan membaca Sutra buat Mama.
Hingga
tahun 2006 saya mengenal Ajaran Tanah Suci, saya merasa diri sendiri pasti
terlahir ke Alam Sukhavati, bahkan menasehati Mama supaya memfokuskan diri
melafal Amituofo.
Tahun
2007, melalui persetujuan Ibunda, saya mewakili beliau mengambil Visudhi
Trisarana di Vihara Hongyuan, tetapi Bunda masih saja tidak serius meyakini
Buddha dan melafal Amituofo.
Tulang-tulang
di sekujur tubuhnya kesakitan sampai tidak bisa tidur sepanjang malam, tangan
dan kakinya sudah parah hingga berubah bentuk, tiap kali tiba di Rumah Sakit,
beliau selalu tersiksa hingga menangis dan memberitahukan padaku : “Saya sangat
tersiksa! Coba bantu pikirkan solusinya!”
Saya
berkata : “Mama, saya tahu anda sangat tersiksa, hanya Buddha Amitabha yang
dapat membantu menghapus deritamu, lafallah Amituofo!”
Bunda
berkata : “Terkadang saya ada juga melafal, setiap kali saya melafal Amituofo,
malam harinya cuma butuh menelan sebutir tablet penenang, sudah bisa tidur
pulas.”
Mama
sudah tahu manfaat melafal Amituofo, tetapi masih juga lafalan Amituofo tidak
mampu menembus ke dalam sanubarinya, harus menunggu saat sudah kesakitan tak
tertahankan, tidak bisa tidur, barulah melafal beberapa kali.
Tahun
2008, oleh karena biaya berobat yang terlampau mahal, sementara itu Ibunda
tidak bekerja dan tidak memperoleh jaminan kesehatan, kemudian dipindahkan dari
Rumah Sakit ke Apartemen Panti Jompo.
Saat
itu beliau duduk di atas kursi roda, lagi-lagi dia mulai main mahjong, sambil
main mahjong sambil mengeluh kesakitan. Kami menasehatinya supaya jangan main
mahjong lagi, dia menjawab kalau tidak main mahjong, bagaimana bisa melewati
hari demi hari, bahkan beberapa bulan menjelang ajal, masih sibuk di atas meja
mahjong.
Tanggal
7 November 2010, siang hari ketika pulang ke rumah, suamiku memberitahukan
padaku, tadi ada telepon dari Apartemen Panti Jompo, katanya kondisi Mama
kurang bagus, menyuruh saya mengantar pakaian untuk dikenakan beliau saat
meninggal nanti.
Saya
pikir tidak terlalu parah, beberapa hari yang lalu saya sempat membesuknya,
cuma menderita sakit perut, tetapi saya putuskan langsung menghubungi adik
perempuanku, bergegas ke Apartemen.
Saat
itu kondisi Mama sudah tidak mampu berbicara lagi, saya berteriak memanggilnya
juga tidak ada respon, sesak napas, saya mulai melafal Amituofo dan memberinya
wejangan, supaya beliau mengikuti-ku melafal Amituofo, saya melafal Amituofo
selama beberapa menit, Mama telah menghembuskan napas terakhir, meninggal dunia
dengan damai, pukul 14:07.
Saya
tidak menangis, meneruskan melafal Amituofo, lalu menyuruh adik perempuanku
menghubungi abang dan adik laki-laki-ku. Dalam hatiku berpikir tunggu abangku
tiba, barulah mengatakan padanya rencanaku mengantar jenazah Bunda ke Vihara
Kaiyuan untuk disemayamkan.
Abang
dan adik-adikku semuanya sudah setuju, saya langsung menelepon Ketua Vihara
Master Zongxin, waktu itu beliau sedang berada di Qiyang, beliau menelepon ke
Vihara supaya melakukan segala persiapan, sementara itu Master Zongxin bergegas
pulang ke Vihara, membuat kami sekeluarga merasa begitu terharu pada welas
asihnya. Para sahabat Dharma juga berdatangan ke Vihara untuk membantu Bunda
melafal Amituofo.
Catatan penerjemah :
Tidak semua Vihara menyediakan layanan mengantar pasien ke Alam Sukhavati,
bahkan sangat langka.
Apartemen
Panti Jompo tidak mengizinkan pasien yang meninggal dunia didiamkan kelamaan,
makanya mendesak kami segera mengantar jenazah keluar. Sepanjang jalan
mengantar jenazah Mama ke Vihara, kami empat bersaudara melafal Amituofo tanpa
henti, sampai di Vihara waktu sudah menunjukkan pukul 18:40.
Begitu
turun dari mobil, kami melihat anggota Sangha dan puluhan orang sahabat Dharma
menggunakan senter, sambil melafal Amituofo menyambut kedatangan kami, saat itu
di benak kami selain timbul perasaan terima kasih juga sekaligus menenangkan
hati kami.
Sepanjang
malam anggota Sangha dan sahabat Dharma melafal Amituofo, hingga keesokan
paginya, para sahabat Dharma masih berdatangan. Pukul 3 sore, sudah 25 jam kami
melafal Amituofo buat Mama, ketika selimut Dharani dibuka, menemukan wajah dan
kaki Mama yang semula membengkak, kini sudah mereda, tangannya yang semula
berubah bentuk, kini normal kembali, sekujur tubuhnya lentur. Wajahnya juga
jadi berwibawa.
Semasa
hidup Mama doyan main mahjong, semangat dan wajahnya tidak enak dipandang,
namun kini malah jadi tampak berwibawa dan tersenyum bahagia, sungguh tak
terbayangkan!
Setelah
dikremasi, muncul bunga sarira berwarna merah, putih dan biru.
Namo
Amituofo!
Oleh
: Upasika Fojie
Di
: Hunan
一个麻将老太太的往生经历
我的母亲沈勉哉,于2010年11月8日在长沙县紫竹山开元寺往生,享年82岁。
母亲生前并未信佛念佛。2005年5月,母亲因严重的骨质疏松症导致全身瘫痪而住院。五年多来浑身骨头昼夜不停地疼痛,生活完全不能自理,小便长期失禁,整天夹着尿不湿;大便是几天或十几天需护理人员用手抠一次,有时肛门都抠烂,终日她就是睡在屎尿堆里,过着地狱般的生活。
我妈生前爱打麻将,每天有十几个小时是在麻将桌上度过。她每天的生活就是中午十一点左右才起床,不到十二点就开始打,打到下午六点左右吃了晚饭,又接着打到凌晨一两点。平时她不爱活动,长期坐在麻将桌上,已经造成了严重的颈椎、肩周、腰椎病变。发病初期是从颈椎、肩周开始疼痛,彻夜不能入睡,我们儿女24小时不停地给她按摩都不管用;后来发展到手不能拿筷子吃饭,连勺子也抓不住了;接着脚也不能迈步了。但这时我妈还惦记着打麻将。她住二楼,打电话到麻将馆说:「你们上来一个人,扶我下去吧。」人家当然乐意了,我妈有一外号叫「常送将军」——老输钱!我说:「妈呀,你都病成这样了,还打麻将啊。」我妈很不高兴地说:「我再不打,以后就没机会打了。」
果真没过多久,我妈就住进了医院,辗转了多家医院,病情虽稍有些改善,但疼痛却丝毫没有减轻,躺在病床上让她苦不堪言。
各位可能认为我这么说我母亲,是对她的不敬,但如果不如实说来,何能体现阿弥陀佛的慈悲救度呢?
有一天我到医院,母亲告诉我昨天晚上她又做梦打麻将了,有三个没有脑袋的人在拖她打,她吓得要死,苦苦哀求他们说:「我都病成这样了,你们别折磨我了,求你们了。」第二天她自己还跟医生、护士长告状,让医护人员出面劝他们走,不要来闹她,找她麻烦。我明白是怎么回事了,便马上劝我妈念佛。
我妈生有六个子女,其中三人信佛念佛,平时回家我们也经常给她说信佛念佛的好处,她对佛法也多少了解一点,但自己就是不念佛。没有办法,她不念,我就把念佛机放在她枕头边上,整日开着,念佛机放了一段时间后,那三个无头鬼再也没来了。后来我妈经常叫陪护人员关掉念佛机,也不愿听了,之后我和哥哥经常去医院给她讲佛法和因果故事,她慢慢也能接受了。
为了让她早日康复,我前后到了几个寺庙为她立牌位,做佛事,放生,做功德等等,并且发心为母亲诵经。直到2006年,我有幸遇到了善导大师的净土思想,自己心得以大安,感觉今生往生有指望了,便劝母亲走坚定念佛之路。
2007年,经我母亲同意,我替她在弘愿寺办理了皈依,但母亲还是没有真信佛念佛,全身骨头还是痛得彻夜不能入睡,手脚也已严重变形,每次到医院,她就很痛苦地向我哭诉说:「我好痛苦啊!帮我想想办法吧!」我说:「妈妈呀,我知道你很痛苦,但我们子女却丝毫不能替代你,只有阿弥陀佛可以帮你解除痛苦,您念佛吧!」她说:「我有时念了,只要念佛,晚上只吃一粒安定片就能睡个好觉。」我妈明明知道念佛的利益,但却总未深入其心,念佛很少,每到痛苦不堪,不能入睡时才念几声而已。
2008年,因医院费用太高,而我母亲是没有工作单位、没有医保的,便从医院转到长沙市老年公寓。这时她坐在轮椅上,又开始每天打麻将了,打完麻将又喊痛。我们劝她别打了,她说不打麻将,日子怎么过啊,直到往生前几个月都还在打麻将。
2010年11月7日上午,我正在外面为寺院做法语牌,中午回到家中,丈夫告诉我,公寓来电话,说母亲不太好,叫我送寿衣过去。我寻思没那么严重,前几天去看她,只有点拉肚子,但还是马上通知我妹妹,先后赶到了公寓。
当时母亲已经不能跟我说话了,我大声喊她也没有反应,呼吸很急促,我马上开始念佛并开示,叫她跟我一起念阿弥陀佛,我念了几分钟,我妈就停止了呼吸,毫无痛苦之相,当时是14:07。我没有哭,一直念佛,随后叫我妹妹打电话通知我哥哥和弟弟,心想等哥哥来了再将我要送母亲去开元寺往生的决定告诉他们。
等哥哥赶到公寓,把我的决定告诉他时,哥哥、妹妹都非常赞成,我便马上给开元寺的住持宗信法师打电话,告诉他我母亲过世了,我想送到开元寺去。法师非常慈悲,他当时人在祁阳,电话通知寺院安排一切妥当后,当日连夜坐车于凌晨赶了回来,让我们全家非常感动。莲友们接到我的电话,也都连晚饭都没来得及吃就赶到开元寺,为我母亲助念。
因公寓不能将遗体放太久,便催我们马上换衣服送走。一路上,我们兄妹三人一直不间断地念佛,一路开示。顺利到达开元寺已是晚上6:40。一下车,看到的是所有寺院常住法师、居士几十人打着手电,念着佛号在迎接我们,并做好了一切助念的准备,当时的情景除了让我们无比的感恩外,就是大安心了。
法师和莲友们当晚念了一夜,第二天上午,又有几批莲友赶来助念。下午三点钟,给母亲助念已近25个小时,当掀开往生被准备入龛时,发现我妈妈之前浮肿的脸和肿得看不见骨头的脚全都消肿了,变形的手也完全正常了,全身柔软。当把她扶着坐起来的那一刻,她笑得好美、好漂亮。我之前说过母亲生前爱打麻将,精神面貌很不好,往生后反而比生病前要漂亮多了。当时所有的人都看到她的笑就像大姑娘出嫁,又幸福又害羞,生前没有这么美地笑过,太不可思议了!火化后,烧出了红色、白色和蓝色的舍利花。
南无阿弥陀佛!
湖南佛杰居士
摘录自 :
念佛感应录(七)