Kisah
Melafal Amituofo Sembuh dari Penyakit 21
Hati
Ibunda
Saya
bernama Gu Hui-qin, berasal dari Xiantao, Provinsi Hubei. Pada tahun 2006
tiba-tiba semangatku menurun drastis, entah sejak kapan di leherku tumbuh dua
benjolan kecil.
Mulanya
saya juga tidak menghiraukannya, hingga suatu malam saat menjelang tidur, saya
meraba bagian leherku, barulah menyadari benjolan itu kian membesar.
Esok
harinya, suamiku membawaku periksa di Rumah Sakit, hasilnya sungguh mengejutkan
yakni kanker nasofaring stadium menengah. Tangisku pecah, dengan frustasi
bertanya pada dokter, saya dapat hidup berapa lama lagi.
Dokter
cuma menghiburku bilang, penyakit begini sudah umum, asalkan rajin-rajin
menjalani terapi, maka peluang untuk sembuh adalah sangat besar.
Setiap
hari saya hanya mampu menelan 1/3 gelas susu saja, sesuap sup telur, kurus
sampai bobot tubuh kini cuma berkisar 70 pound saja, sehelai rambut pun tidak
tampak lagi, kini kepalaku sudah plontos.
Wajahku
dipenuhi bintik-bintik hitam akibat efek samping konsumsi obat-obatan,
betul-betul tidak mirip manusia lagi. Obat kemoterapi disuntik ke pembuluh
darah di lengan langsung menuju ke jantung. Pagi hari saat bangun tidur, bahkan
cairan empedu pun sudah dimuntahkan keluar.
Selama
proses terapi, saya pernah jatuh pingsan akibat keracunan obat, saat siuman,
hanya bisa pasrah memandangi langit-langit kamar pasien sambil menghitung
waktu, sedetik, semenit, sehari, sebulan, harus tunggu sampai kapan barulah
bisa keluar dari hari-hari menyiksakan ini!
Pada
perayaan Imlek, saya minta cuti tiga hari pada dokter di Rumah Sakit, suamiku
membawaku pulang ke rumah. Putriku yang melihat kepala plontos-ku bertanya :
“Mama kenapa sekarang berubah jadi “Tong Sam Cong”, rambutnya di mana?”
Meskipun
penyakit membawa padaku siksaan jiwa dan raga, namun saya tetap berupaya gigih
dan bertahan. Oleh karena saya masih memiliki Ayahbunda, putriku, dan
keluargaku, saya tidak ingin meninggalkan mereka.
Dua
bulan kemudian, pihak Rumah Sakit kembali melakukan pembedahan pada diriku,
guna mendiagnosis lebih lanjut tentang penyakitku. Masih jelas dalam ingatanku,
waktu itu di tubuhku terpasang lima buah tabung Drainase bedah (tabung yang digunakan untuk
mengeluarkan nanah, darah atau cairan lain dari luka).
Hasil
diagnosis-nya adalah kanker nasofaring yang telah menyebar sampai ke paru-paru,
lagi-lagi saya harus menjalani dan “menikmati” proses siksaan yang tak terungkapkan dengan
kata-kata.
Salah
satu tabung Drainase yang dipasang di rongga dada dan berukuran jumbo itu,
membuat saya tidak bisa bergerak sama sekali, juga tidak bisa berbaring, tiap
malam hanya bisa tidur dalam posisi duduk, sedangkan di rongga hidung dipasang selang lambung, yang juga cukup menyiksakan, oleh karena selalu menyebabkan
mual.
Ketika
tersisa satu tahapan proses terapi akan selesai, saya menderita demam, suhu
tubuhku naik menjadi 39 derajat, selama tiga hari setetes air pun belum masuk
ke dalam tubuhku.
Mama
jadi panik lalu berkata pada dokter : “Duh...apakah proses terapi sudah boleh
diakhiri? Jika diteruskan lagi nyawa orang bisa melayang lho”.
Tuhan
takkan membiarkan jalan manusia buntu! Mama pulang ke kampung halaman,
tiba-tiba mendengar ada orang yang bilang, hanya dengan melafal “Namo Amituofo”
dapat menyelesaikan segala kerisauan dan penderitaan.
Kemudian
Mama pergi ke Vihara, guna menemukan sebuah solusi kehidupan baru bagi diriku. Malangnya
nasib Ayahbunda di dunia ini, jerih payah dan pengorbanan mereka tidak pernah
dipahami dan dihargai anak-anaknya. Suatu hari dalam keadaan hujan deras, Mama
melakukan satu langkah satu namaskara, sampai ke “Vihara Mi Tuo Si” yang
berlokasi di Xiantao, sebagai upaya terakhir yang dapat dilakukannya demi putri
tercintanya!
Sementara
itu diriku yang sudah kenyang menikmati siksaan bertubi-tubi, yang telah
kehilangan segala asa, ibarat menemukan secercah harapan, maka itu cepat-cepat
melafal “Namo Amituofo” berkesinambungan. Alhasil saya memperoleh mukjizat
kesembuhan!
Kini
siksaan itu telah 5 tahun berlalu, kondisi fisikku juga tahun demi tahun kian
membaik, efek samping dari proses terapi juga berangsur-angsur hilang.
Semua
ini adalah berkat perlindungan Maitri Karuna Buddha Amitabha, demikian pula hari-hari
selanjutnya, hidupku akan terus ditemani oleh Buddha Amitabha! Saya adalah
insan yang paling beruntung di dunia ini!
(Gu
Hui-qin, 26 November 2014)
Disadur
dari ebook berjudul :
《念佛癒病》(一)
二二、煉獄遠離 念佛重生
我叫辜慧琴,來自湖北仙桃一個普通的家庭。二○○六年,忽然覺得自己總是提不起精神來,脖子上不知什麼時候長了兩個小包塊。起先我也沒在意這些,直到有天晚上睡覺之前摸了摸自己的脖子,發現突然長大了好多。
第二天,先生帶我去醫院檢查,診斷結果讓人天崩地裂——鼻咽癌中期。我失聲痛哭,絕望地問醫生我還能活多久。醫生只是安慰我說這個病很常見,只要我好好配合治療,還是有很大的希望好起來。
我每天只能進食三分之一杯牛奶,一小口蛋花湯,瘦到了七十斤,頭髮也一根不剩全掉光,臉上全是藥物引起的黑色素沉澱,真不像個人樣了。化療的藥物從我的胳膊靜脈直接輸到心臟,早上醒來連膽汁都吐出來了。中途我曾因藥物中毒昏迷,在清醒的時候,只能無奈地望著天花板數時間,一秒一分,一天一月,到底何時才能走出這段痛苦的日子啊!
春節期間,我向醫生請了三天假,由先生帶我回了家。女兒看著我的光頭問:「媽媽,你怎麼變成『唐僧』了,你的頭髮呢?」
雖然病魔給我帶來了身體和心理的雙重痛苦,我仍然在堅持著。因為我還有父母、女兒、自己的家,我不想離開他們。
兩個月後,醫院又要對我進行手術診斷,我清晰記得自己身上插了至少五根引流管。最後的診斷結果是「鼻咽癌肺轉移」,我又開始「享受」生不如死的折磨了。胸腔裡面那根粗大的引流管讓我動彈不得,又不能平躺下來,每晚我只能坐著睡覺,鼻腔裡面插著胃管也特別難受,總反胃。
最後一次治療快結束時,我高燒三十九度,三天滴水未進。媽媽著急地對醫生說:「治療可以結束了嗎?再這樣治下去要出人命的。」
真是天無絕人之路!媽媽在老家偶爾聽人說起,只要念「南無阿彌陀佛」就可以解決所有的煩惱和痛苦。於是她走進廟堂,去尋找生命的另一個出口。可憐天下父母心,在一個大雨天裡,媽媽一步一磕頭,拜到了仙桃彌陀寺,為她的女兒做最後的努力!
受盡折磨的我在徹底絕望時,像抓住一根救命稻草一樣,把一句「南無阿彌陀佛」時刻掛在嘴邊。我竟然奇蹟般地康復了!
如今,那段煉獄般的日子已經過去五年多了,我的身體一年比一年好,治療的後遺症也逐漸改善。這一切都是阿彌陀佛的慈悲加佑,我相信以後的人生會有阿彌陀佛一直在陪伴、在呵護!我真是世界上最幸運的人!
(辜慧琴 二○一四年十一月二十六日)
摘錄自 :
《念佛癒病》(一)