Thursday, July 23, 2020

39 Tidak Pernah Ikut Kegiatan Buddhis



Kisah Nyata Penyelamatan Buddha Amitabha
39. Tidak Pernah Ikut Kegiatan Buddhis

Zhao Jia-rong, penduduk Dusun Huxi, Provinsi Jiangsu. Orangnya kurus dan pendek, sepanjang hidup kenyang akan siksaan, memiliki perasaan minder, malu keluar rumah; saat bicara dengan orang lain selalu menutupi wajah sendiri dengan tangan; ketika menghadapi perselisihan, orang lain belum buka mulut, kakinya sudah gemetaran duluan.

Dia bersama istrinya hidup dengan mengandalkan tunjangan sebanyak 300 Yuan per bulan, ditambah sedikit penghasilan dari luar. Zhao Jia-rong merasa dirinya merupakan kasta terendah di dalam masyarakat, yang paling tidak berguna, dia merasa muak dengan dunia ini.

Tahun 2013, kesehatan Zhao Jia-rong makin memburuk, mulai melihat keberadaan makhluk halus, dia merasa hidupnya takkan lama lagi.

Bulan Agustus, ada sahabat Dharma yang mengajak kami berkunjung ke rumah Zhao Jia-rong membantunya melafal Amituofo. Kami menjelaskan padanya tentang tekad agung Buddha Amitabha, setelah melatih diri selama berkalpa-kalpa kemudian terwujudlah Alam Sukhavati di penjuru barat.

Kami juga menjelaskan tentang kewibawaan Alam Sukhavati beserta seluruh isinya secara garis besar, menyampaikan tentang penyelamatan Maitri Karuna Buddha Amitabha; asalkan melafal Amituofo, membulatkan tekad terlahir ke Alam Sukhavati, saat menjelang ajal, Buddha Amitabha pasti datang menjemput, pasti terlahir ke Negeri-Nya.

Setelah mendengar penuturan kami, Zhao Jia-rong yang semula tampak kehilangan asa, kini bersemangat kembali, dia telah melihat secercah harapan cemerlang terpampang di depan matanya.

Seketika itu dia merasakan kebahagiaan juga sekaligus terharu : “Benarkah yang kalian katakan?”

Kami meyakinkannya : “Pasti benar.”

Bahkan sepuluh ribu orang yang melatihnya, sepuluh ribu pula yang berhasil, satu pun takkan ketinggalan. Setelah mendengarnya, Zhao Jia-rong tak henti-hentinya memuji : “Amituofo sungguh terlampau bagus.”

Sejak itu Zhao Jia-rong memfokuskan pikiran melafal Amituofo, dari pagi hingga malam, dari malam hingga pagi, sepatah Amituofo dilafal berkesinambungan tak terputus.

Kemudian kami berkunjung ke rumahnya sebanyak beberapa kali, setiap kali melihatnya begitu tulus melafal Amituofo, hati kami merasa terhibur. Istrinya berkata pada kami, Zhao Jia-rong sering berdoa : “Buddha Amitabha, mengapa Anda tidak meremehkan diriku ini? Mengapa Anda begitu baik? Segenap hatiku mengandalkan diriMu, lekaslah datang menjemputku, pada satu masa kehidupan ini juga saya akan menangkapMu erat-erat, takkan melonggarkannya sama sekali.........” lalu terdengar isak tangisnya, sambil melafalkan “Namo Amituofo, Namo Amituofo............”

Bulan Mei 2014, Zhao Jia-rong mulai tidak makan nasi, tiap hari hanya minum sedikit air, tidak menghiraukan kesakitan yang dialami tubuhnya, namun memusatkan perhatian melafal Amituofo hingga waktu sebatang dupa.

Dia tidak mengizinkan istrinya sembarangan mengundang tamu ke rumah, takut mengganggu konsentrasi-nya melafal Amituofo; saat istrinya keluar, dia menyuruh istrinya mengunci pintu rumah, agar tidak ada yang mengganggunya melafal Amituofo.

Selama lebih dari sebulan lamanya, dia bertahan hidup hanya dengan sedikit air tajin, atau satu sachet kecil susu bubuk, namun tiap harinya dia tampak bersukacita, bersemangat, membuat setiap orang ikut merasakan kekuatan pemberkatan Buddha Amitabha, sungguh tak terbayangkan.

Tanggal 3 Juni, yakni 3 hari menjelang wafatnya Zhao Jia-rong, dia berkata pada istrinya : “Tolong masak sedikit bubur, saya makan sebentar.”

Setelah istrinya selesai memasak, Zhao Jia-rong hanya makan tiga suap lalu berhenti dan berkata : “Di Alam Sukhavati mau makan apa saja juga tersedia.”

Malam hari sebelum kepergiannya, Zhao Jia-rong berjalan sendiri ke altar Buddha, tertegun di sana sambil menatap rupang Buddha, istrinya bertanya kenapa dia tidak tidur, Zhao Jia-rong menjawab : “Buddha Amitabha baru saja datang tadi, tubuhNya memancarkan cahaya keemasan, persis dengan rupang Buddha yang kita puja ini.”

Pagi harinya menjelang Zhao Jia-rong terlahir ke Alam Sukhavati, dia bangun pagi-pagi, usai gosok gigi, berkata : “Hari ini saya akan berpulang.”

Istrinya keheranan : “Mau pulang ke mana lagi? Bukankah ini rumahmu?”

Zhao Jia-rong menjawab : “Saya akan pulang ke kampung halaman Alam Sukhavati, hari ini kamu masak satu panci nasi dan satu panci bubur.”

Istrinya merasa ragu : “Udara begitu panas, masak banyak sekali, tidak takut basi?”

Zhao Jia-rong menjawab : “Hari ini akan ada banyak tamu.”

Pukul 11 siang, Zhao Jia-rong tidak sanggup bicara lagi. Istrinya berkata : “Kamu harus ingat melafal Amituofo.”

Zhao Jia-rong hanya sanggup melafal : “Fo, Fo, Fo.............”
(  = Fo = Buddha)

Istrinya berkata : “Kamu tidak dapat berbicara, saya ingin tanya sejenak, kalau benar, kamu mengangguk ya! Apakah Buddha Amitabha sudah datang?”

Zhao Jia-rong tersenyum dan mengangguk.

Lalu bertanya lagi : “Apakah kamu segera terlahir ke Alam Sukhavati?”

Zhao Jia-rong kembali tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya.

Terakhir istrinya berkata : “Kamu pergilah mengikuti Buddha Amitabha dengan tenang, jangan risaukan diriku, kamu berangkat dulu, kelak kita akan bersua kembali di Alam Sukhavati.”

Tidak berapa lama kemudian Zhao Jia-rong menghembuskan napas terakhir, wajahnya tersenyum damai. Dan ternyata benar, pada hari itu banyak sahabat Dharma yang berdatangan ke rumahnya ikut melafal Amituofo.

Zhao Jia-rong semasa hidupnya tidak banyak kenalan, namun perginya adalah begitu berjaya-nya, dia dijemput Buddha Amitabha dan rombongan Suciwan.

Zhao Jia-rong menerima nasehat kami, memfokuskan diri melafal Amituofo berkesinambungan hingga terlahir ke Alam Sukhavati, tidak sampai setahun lamanya. Sepanjang hayatnya tidak pernah berziarah ke tempat suci Agama Buddha, tidak pernah menginjakkan kaki di Vihara, tidak pernah mengikuti acara pelepasan satwa ke alam bebas, tidak mengambil sila secara formal, tidak punya keterampilan samadhi, tidak tahu apa yang dinamakan dengan kesucian hati, dia hanya tahu mengandalkan sebutir hati yang membangkitkan ketulusan melafal Amituofo dan bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.

Kisah Zhao Jia-rong terlahir ke Alam Sukhavati, telah menguatkan keyakinan hati kami, tak peduli siapa saja, asalkan setiap saat menumpukan hatinya di atas lafalan Amituofo, mengandalkan sepenuhnya kekuatan tekad agung Buddha Amitabha, menyingkirkan segala keinginan untuk mengejar hal-hal mistis dan kemampuan gaib, menyingkirkan keinginan mengejar kondisi batin; asalkan bersedia membangkitkan ketulusan melafal Amituofo, melepaskan kemelekatan, maka kita juga dapat serupa dengan Zhao Jia-rong, terlahir ke Alam Sukhavati dengan bebas tanpa rintangan.

Oleh : Upasika Fomei
Di : Taizhou, Provinsi Jiangsu

Catatan dari penerjemah :
Pada kenyataannya, saat pasien menjelang ajal, janganlah menanyakan sesuatu padanya walaupun cuma sebentar saja, karena hal ini akan mengganggu konsentrasi-nya melafal Amituofo, jadi saat pasien berada dalam kondisi kritis, janganlah mengalihkan perhatiannya, tetapi harus membantunya terfokus melafal Amituofo berkesinambungan. Meskipun Buddha Amitabha telah hadir, tetap terfokus melafal Amituofo, jangan sampai goyah dan kehilangan pikiran benar (pikiran yang melafal Amituofo).


一生困顿自卑念佛自在成佛

净宗法师说,从东到西,从南到北,老实念佛的人不多。而最近我们为之助念的赵加荣,正是这稀有难得者中的一员。他往生的事迹,为我们谱写了一曲老实念佛、预知时至、自在往生的人生金曲。

赵加荣,江苏泰州溱潼镇湖西村人,又瘦又矮,饱受生活折磨,有着逆来顺受的极度自卑性格。几十年来,没上街洗过澡,理过发;与人交往说话,心中惧怕羞赧,总用手捂着脸;遇到争执,人还没开口,腿先发抖了。他与妻子仅靠每月300多元的低保,外加一点生活田糊口度日。赵加荣认为,他属于社会最低层,是那种最无用、最渺小的人,他厌离这个世界,厌到骨髓。

2013年,赵加荣的身体日渐不行,开始在家里看见鬼,自感离死不远了。

8月份,有莲友介绍我们去他家念佛,我们为赵加荣讲阿弥陀佛因中发的超世弘愿,经过兆载永劫的修行成就的西方极乐世界;我们为他讲极乐世界正报、依报的种种庄严,讲阿弥陀佛平等慈悲的救度;我们告诉他,他这样的人,正是阿弥陀佛要救度的对象,只要专修念佛,愿生西方极乐世界,临终阿弥陀佛一定来接,决定往生。

听了我们的话,赵加荣那颗干枯将死、久已枯萎的心,一下子被六字名号的法水浇活了。当下他眼里流出眼泪,激动地说:「你们说的是真的吗?」我们告诉他:「肯定真的。」并说不管什么人,只要真心愿生西方极乐世界,老老实实念佛,十即十生,百即百生,万不漏一。听了我们的话,他激动万分,不停地说:「阿弥陀佛太亲太好了。」

从那以后,赵加荣便开始专心念佛,从朝到暮,从暮至朝,一句佛号不间断。后来我们又去他家几次,每次看到他至诚念佛,全心靠倒的行持,甚感安慰,为他高兴。他爱人也告诉我们,他常常把阿弥陀佛的像,时而放在胸口,时而贴于脸面,嘴里自言自语道:「阿弥陀佛,你咋不嫌弃我呢?咋就这么好呢?我全心靠你了,你早点带我走吧,今生今世,我就抓着你,再也不松手了……」说着说着就开始流泪,边流泪边念着「南无阿弥陀佛,南无阿弥陀佛……」

2014年5月,赵加荣开始不吃饭,每天只喝少量水,不顾身体病痛,坚持每天一支香全身心地念佛、绕佛。他不准爱人随意带人回来,怕影响念佛;爱人要出门,他叫把门从外面锁上,好让他一心念佛。前后一个多月的时间里,维持他生命的,只是少量米汤,或一小袋奶粉,但他每天都是笑嘻嘻的,精神挺好,让人感到阿弥陀佛的加持力,真的不可思议。

6月3日,也是赵加荣往生的前三天,他对爱人说:「你煮点粥,我吃一下,我要吃点路粮。」妻子煮好后,他只吃了三口就停下,说:「极乐世界什么好吃的没有呢?」

往生的前一夜,他独自走到佛堂,呆呆对着佛像看,妻子问他干嘛不睡觉,他说:「阿弥陀佛刚才来了,身上金光闪闪,跟佛堂里的佛像一模一样。」

往生的那天早上,赵加荣起了个大早,刷好了牙,说:「今天我要回家了。」

妻子反问:「你不是已经在家了?」

他说:「不,我今天要回阿弥陀佛的老家,你今天煮一锅饭,一锅粥。」

妻子疑惑道:「这大热天,煮那么多,不会馊啊?」

他答:「今天有人来。」

上午11点,赵加荣已经不能说话。妻子说:「佛顺,你要念佛。」他张口一声接一声念着:「佛,佛,佛……」

妻子说:「你不能说话,我问一下,你点一下头吧!阿弥陀佛已经来了吗?」他笑着点了头。又问:「你马上要往生西方极乐世界了吗?」他又笑着点了点头,最后说:「你放心跟佛走吧,不要挂念我,你先走一步,将来我们在极乐世界相会。」

没过多久,赵加荣就这样身无病苦,面带笑容,微笑着往生了。果真,这一天很多莲友闻讯前来助念。

赵加荣生前默默无闻,走的时候却是轰轰烈烈,他是被阿弥陀佛与诸圣众接走的。

赵加荣从听我们劝,专修念佛到往生,不到一年时间,他一生没朝过山,也没到过寺院,没有参加过放生,也没有持戒,更没有禅定工夫,不知道什么是清净心,他靠的是一颗老实念佛愿生极乐的心。

赵加荣的往生,给我们增加了信心,不管任何人,只要时时刻刻把心安住在佛号上,完全仰靠阿弥陀佛的大愿力,真正放下那些追求玄妙、追求某种境界和在自己身上下功夫的心,老实念佛,通身放下,完全靠倒,我们都能像赵加荣那样,潇洒往生。

    江苏泰州佛美居士

摘录自
念佛感应录(七)