Monday, July 6, 2020

19 Pengalaman Mati Suri Lai Chao-he


Kisah Nyata Penyelamatan Buddha Amitabha
19. Pengalaman Mati Suri Lai Chao-he

Upasaka Lai Chao-he lahir pada tahun 1956 di Kabupaten Nantou, Taiwan. Tahun 1977 ketika sedang menjalankan dinas militer di Kepulauan Matsu atau Kepulauan Lienchiang (kepulauan di lepas pantai Provinsi Fujian, Tiongkok), oleh karena ditugaskan mengurus bahan amunisi, tiap hari bersahabat dengan peluru meriam.  

Suatu hari ketika dia menghitung stok peluru meriam, ada sebutir bom belerang tiba-tiba meledak, seluruh wajahnya dan bagian depan tubuhnya mengalami luka parah, dia kesakitan sampai berguling-guling di atas permukaan tanah. Rekan-rekannya yang melihat hal ini segera menyiramnya dengan air dan diantar ke Rumah Sakit guna memperoleh pertolongan darurat.

Oleh karena mengalami kesakitan yang luar biasa, tidak sanggup lagi menahannya, akhirnya pingsan tak sadarkan diri. Tidak lama kemudian, kesadaran-nya atau roh-nya keluar dari tubuh kasarnya, mengambang di atas raganya, dia melihat dokter dan perawat sibuk membersihkan lukanya, juga melihat sekujur tubuhnya diperban mirip dengan mumi.   

Saat itu dia tidak merasakan kesakitan lagi, juga tidak ada perasaan gembira dan sedih, semuanya seperti biasa-biasa saja, bahkan “mumi” yang terbujur kaku di hadapannya seakan-akan tidak ada kaitannya dengan dirinya sekarang.

Dia melihat dengan jelas rekan-rekannya yang datang membesuk dirinya, dia dapat bergerak dengan leluasa, tidak ada pembatas ruang lagi, dia dapat melihat apa yang ada dibalik meja, segala yang ada di balik tembok.

Kamar bedah yang ada di ruangan sebelah, dokter sedang melakukan pembedahan, dia juga dapat melihat dengan jelas, lantai atas dan lantai bawah, ruangan kiri dan ruangan kanan, tiada satupun yang tidak tampak olehnya.

Ketika ketua regu dan rekan-rekannya sedang membahas topik yang berkaitan dengan dirinya di dalam kamp militer, dia bisa langsung hadir di lokasi tersebut, mengetahui apa yang sedang mereka bahas.

Tiap hari rekan-rekannya saling bergantian menjaga dan merawatnya di Rumah Sakit, dia menyaksikan hal ini. Oleh karena fasilitas di Rumah Sakit kepulauan kurang memadai, maka itu dokter menyarankan supaya Lai Chao-he dipulangkan ke Rumah Sakit di Taiwan, tetapi ada pula dokter yang membantah usulan ini, karena dengan kondisi Lai Chao-he yang sudah separah ini, takkan sanggup bertahan menempuh perjalanan sampai ke Taiwan.    

Setiap kali para dokter sedang berdiskusi bagaimana cara untuk mengobatinya, dia langsung hadir di lokasi, juga sangat jelas akan hasil diskusi.

Sekitar seminggu kemudian, dia dipindahkan ke “Tri-Service General Hospital” di Taipei. Sementara itu di kamp militer Kepulauan Matsu, setiap kali ketua regu dan rekan-rekannya membahas dan menyinggung nama “Lai Chao-he”, roh-nya langsung hadir di lokasi tersebut, seolah-olah antara Taipei dan Matsu tidak berjarak sama sekali.

Suatu kali rekan-rekannya yang berada di kamp militer di Matsu sedang membungkus bakcang, ada seorang rekannya berkata : “Nanti kalau bakcang-nya sudah selesai dibungkus, mau kasih berapa butir ke Lai Chao-he?”

Begitu namanya disinggung, roh-nya langsung hadir di lokasi, mendengar dan melihat rekan-rekannya sedang membungkus bakcang.  

Sementara itu di Rumah Sakit di Taipei, para dokter sibuk berdiskusi cara menangani pasien Lai Chao-he, begitu namanya disebut, dia langsung hadir di lokasi, dia hanya bisa melihat dan mendengar, namun tidak bisa mengajukan pendapatnya sendiri, kelak di kemudian hari ketika dia siuman, dia dapat menyebut nama-nama dokter yang terlibat dalam diskusi ini.

Suatu hari dia mencium semerbak keharuman, berlangsung hingga tiga hari berturut-turut, keharuman ini mengelilingi dirinya. Kemudian dia mulai bisa merasakan, sekujur tubuhnya terasa sakit sekali, tidak tahu kapan roh-nya masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya.  

Sejak meninggalkan tubuh kasarnya sampai masuk kembali, periode ini berlangsung hingga lebih dari 20 hari, jadi selama lebih dari 20 hari roh-nya mengambang di luar tubuh kasarnya.

Sejak sudah bisa merasakan, berangsur-angsur kondisi tubuhnya pulih kembali, tentu saja selanjutnya dia harus menjalani operasi demi operasi, barulah penampilannya bisa seperti sekarang ini.

Setelah kejadian ini berlalu, Upasaka Lai menyadari bahwa ternyata hatinya dan hati ibunda-nya saling terjalin. Ketika dia ditimpa musibah, pihak kamp militer di Matsu memblokir berita ini, juga tidak langsung mengabarkan kejadian naas itu kepada Keluarga Lai, namun hati bunda dan hati anak saling terjalin, bahkan ibunda-nya memiliki firasat buruk telah terjadi sesuatu pada putranya, hatinya terasa tersayat dan perasaannya berkecamuk, tiada henti-hentinya meminta putra sulungnya Lai Ming-xi untuk mencari tahu kabar tentang putra kedua-nya yakni Lai Chao-he.

Upasaka Lai Chao-he memiliki seorang Paman, saat usia muda sudah menjadi Bhiksu, Ibunda Lai oleh karena mencemaskan putranya, lalu pergi menemui Bhiksu untuk menemukan jawabannya.    

Bhiksu menjawab : “Pulanglah dan melafal Amituofo, dengan sendirinya mengubah bahaya menjadi sejahtera”. Ibunda Lai pulang dan melafal Amituofo dengan setulus hati, memohon Buddha Amitabha menyelamatkan putranya.

Upasaka Lai Chao-he tidak ingin keluarganya mencemaskan dirinya, makanya tidak berani pulang ke rumah, juga tidak menghubungi keluarganya, dan Abang sulung Lai oleh karena permintaan Ibunda-nya, berusaha mencari dan menghubungi adik kedua-nya tersebut, melewati proses yang berbelit-belit, ketika berhasil menemukan dan menghubungi adiknya, pasukan sudah dipindahtugaskan kembali ke Taiwan.

Sementara itu Upasaka Lai Chao-he telah keluar dari Rumah Sakit dan kembali bertugas di regu-nya, adik abang bersua bagaikan dipisahkan oleh dimensi ruang yang berbeda, Abang Lai melihat wajah Lai Chao-he jadi berbeda, hatinya sakit bagaikan disayat-sayat oleh pisau.

Kemudian Upasaka Lai Chao-he baru mengetahui, ternyata semerbak keharuman yang berlangsung hingga tiga hari berturut-turut yang mengelilingi dirinya sehingga dia siuman, adalah keharuman dupa yang dinyalakan Ibunda-nya ketika melafal Amituofo dan memohon pada Buddha Amitabha bagi keselamatan dirinya.

Dicatat oleh : Upasaka Chen Wan




赖朝河的濒死体验

赖朝河居士于民国四十五(1956)年出生于台湾南投县信义乡,六十六(1977)年在马祖服兵役时,因担任弹药士,整日与炮弹为伍。有一天在清算炮弹数量时,一颗硫磺弹爆炸,被灼伤了整个脸部及正面身体,痛倒在地上打滚。连里的兄弟见状,急忙为他冲水,并立刻将他送医急救。

由于痛彻心扉,难以忍受,遂即昏迷。不久,他的神识出窍离体,浮现在身体上方,看着医护人员不断地为他冲洗伤口,看到自己的身体被包得像木乃伊。此时既没有疼痛,也没有喜乐,也没有哀伤,一切似乎平常,那个木乃伊彷佛跟自己无关。而每个来看他的弟兄他都清楚知道,他来去自如,没有空间的隔阂,能看穿桌子背面,能透视墙壁外的一切事物。

隔壁的手术室,医师正在为病人动手术,他看得一清二楚,楼上楼下,左右隔壁,无有一物不在他的视线之内。而营区的长官及弟兄只要谈论与他有关的事情,他马上到场,知道他们所谈的内容。每天有弟兄轮流着对他悉心照料,他都看在眼里。外岛的医院因设备简陋,曾有医官建议送他回台湾治疗,但另有医官持反对意见,认为以他的情况撑不到台湾。每一次医官讨论如何医治他,他都在场,也很清楚讨论的结果。大约一星期左右,院方将他送回台北三军总医院治疗。而外岛马祖营区的长官及同袍,只要聊到他的名字「赖朝河」,他的神识马上到场,台北至马祖似乎没有距离。

有一次,营区弟兄正在包粽子,有位同袍提起:「这些粽子包好,要送几粒给赖朝河吃」,他马上到场,听到并看到。这期间医院有陌生医生来会诊,讨论他的伤势,他都参与其中,只是无法表达意见,以致日后他清醒时,能熟悉叫出所有参与治疗他的全部医生的名字。曾经有两三次处于虚空中,眼前的世界空无一物,没有肉体的包袱,那特殊的境界有说不出的舒服、自在,那种感觉让他永生难忘。

又有一天,他闻到一股清香的香味,连续三天这股香味一直弥漫在他四周­。之后开始有知觉,感觉全身疼痛,神识不知何时又回到躯体之内。而从神识离体至回来,这期间长达二十几天。自恢复知觉开始,身体逐渐康复。当然,往后经过长时间一次又一次的整形手术,才复原至现在的面貌。

这一事件之后,赖师兄体会到他与母亲之间心心相连。他出事之时,军方封锁消息,并未立即将此不幸事件告知赖家,但母子连心,母亲那时似乎知道儿子出事,心痛如绞,一直要求他的大儿子赖明喜,去打听二弟赖朝河的消息。赖师兄有一位伯父,于年轻时就出家修行,赖妈妈因挂念儿子,前去求见法师想寻求解答。法师告知:「回家念佛自然就会逢凶化吉」。赖妈妈回家后便虔诚念佛,祈求阿弥陀佛救救她的孩子。赖师兄因不愿让家人操心,一直不敢回家,也没有和家里联络。而赖大哥因为母亲要求,积极地联络二弟,过程也困难重重,等联络上时,部队已迁回台湾。而赖师兄也已经出院重返部队,兄弟见面恍如隔世,赖大哥见二弟面目全非,甚是心疼。赖师兄日后才知道,当时他连续三天所闻到的香味,是母亲为他念佛求佛所供的檀香。

    陈晚居士记

摘录自
《念佛感应录》第四集