16.
Menyeberangi Lautan Racun
(Bagian
2)
Pertempuran
Melawan Mara
Pulang ke rumah, dia mengurung diri di dalam kamar, mulai melafal
Amituofo. Mara narkoba tentu saja takkan begitu gampang melepaskan dirinya.
Kalau tidak rutin mengonsumsinya, maka sekujur tubuh akan menggigil
kedinginan, gemetaran, bahkan berjalan keluar kamar saja harus melapisi dengan
selimut.
Saat siang hari kebingungan dan mengantuk, malam hari sebentar tidur
sebentar terjaga, siang malam hidup tersiksa, tidak sanggup lagi memikul beban
derita ini, bahkan kadang kala tersiksa sampai berguling-guling di atas lantai.
Melihat gejala ini, barulah keluarganya tahu dia kecanduan narkoba,
tidak tega melihatnya begitu merana, tetapi tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Sementara itu Zhihui oleh karena suasana hatinya labil dan gampang
emosi, selalu membentak Ayahbundanya, atau melempar barang-barang di rumah untuk
melampiaskan amarahnya. Dia menggambarkan kondisi dirinya waktu itu, “Mirip
dengan kerasukan musuh kerabat penagih utang”.
Selain fisiknya tersiksa, di dalam pikirannya terus menerus muncul
dorongan untuk mengonsumsi narkoba, batinnya terus menerus berkecamuk diantara
pilihan menghentikan kecanduan atau mengonsumsi kembali.
Namun akhirnya dia berhasil mengendalikan diri, dalam hatinya ada
semacam kekuatan yang mendukungnya, berjuang dengan penuh kegigihan, tiada
henti-hentinya melafal Amituofo, takkan membiarkan lagi dirinya menjadi budak
candu.
Melihat
Kembali Sinar Mentari
Sebulan kemudian, Mara narkoba akhirnya menyerah, kondisi jiwa dan raga
Zhihui berangsur-angsur pulih kembali. Dia yang pernah tenggelam di dalam
lautan racun, dengan menumpang kapal Maitri lafalan Amituofo, setelah
menyeberangi dan melewati segala kesengsaraan, akhirnya berhasil berlabuh
dengan selamat.
“Betul-betul berkhasiat!” dia begitu bahagia setelah remuk diterjang
hujan badai, kini dapat melihat kembali sinar mentari kehidupan.
Setelah berhasil terlepas dari ketergantungan narkoba, keyakinan hati
Zhihui terhadap Buddha Dharma semakin kokoh. 2,5 tahun silam saat perayaan
Tahun Baru, dia datang ke Vihara mengambil Visudhi Trisarana, dengan tulus
menyingkirkan kejahatan menimbun kebajikan, melatih diri dengan tekun.
Dia berkata : “Guru, Master Shengkai berkata melatih diri di tengah
kesulitan, yakni di tempat yang makin sibuk dan makin ramai, semakin kita butuh
melatih diri, di mana saja dan kapan saja hendaknya melakukan introspeksi diri,
ketika kerisauan muncul hendaknya menyeimbangkan batin, oleh karena melatih
diri adalah setetes demi setetes upaya kita berjuang di dalam kehidupan
keseharian.”
Setelah berhasil membebaskan dirinya dari belenggu kecanduan, Zhihui menjadikan
pelafalan Amituofo sebagai metode pelatihan dirinya, setiap saat tidak pernah
memisahkan diri dari melafal Amituofo.
Mengenang kembali masa kelamnya ketika masih menjalin pertemanan dengan
narkoba, hari-hari yang dilalui adalah terlena dalam harta, rupa, popularitas,
makanan dan tidur. Setiap saat dia hanya ingin berjudi, menikmati kesenangan,
guna mengisi kehampaan batinnya.
Dia berkata : “Kehidupanku sebagai manusia baru dimulai ketika bersua
dengan Ajaran Buddha. Setelah belajar Buddha Dharma barulah tahu bagaimana
menjalani hidup, mengembangkan kualitas batin, merasakan hari-hari sekarang
sangat bermakna.”
Selain menekuni karirnya, dia juga lebih memahami bagaimana memberi
perhatian kepada keluarganya, memikirkan kepentingan orang lain. Perubahan ini
membuat orang tuanya merasa terhibur.
“Pemuda belia terlibat dalam narkoba, sebagian besar akibat pengaruh
lingkungan, karena itu berharap Ayahbunda dapat membangun keluarga Buddhis,
sejak usia kecil anak-anak telah memiliki pandangan hidup yang benar, dengan
demikian dapat mengurangi masalah sosial.”
Ini merupakan kesan mendalam yang diperoleh Upasaka Zhihui setelah
melewati sebuah perjalanan hidup yang kelam. Dia juga menyerukan agar para
remaja untuk menjauhi papamitra (sahabat buruk), mendekatkan diri pada
Kalyanamitra (sahabat baik), jangan sampai karena rasa penasaran sehingga jadi
ceroboh, jatuh ke dalam neraka yang gelap gulita.
(Majalah Buddhis Rensheng Edisi Juni 1993)
Ditulis oleh : Zheng Kuan
一句弥陀度毒海
(二)
与魔奋战
他回到家里,把自己关在房间里,开始念佛。毒瘾当然不会那么轻易放过他的。没有按时供药的结果,是全身发冷、发抖,连出房间也要裹着棉被。白天昏昏沉沉,夜晚睡了又醒,醒了又睡,日夜都在煎熬之中,苦痛难当,有时候甚至难受得在地上打滚。看到这种情形,家人才知道他吸毒成瘾的事,不忍心看他这么痛苦,却又不知如何是好。而智辉因为心情极度恶劣,动不动就对父母大吼大叫,或以乱摔东西来发泄怨怒。他形容那时候的样子,「简直像被冤亲债主缠身一样」。
除了身体的苦痛难耐,脑海里的种种妄想也不断浮现。他常有要再去找毒品来吸的冲动,身心不停地在戒毒与继续吸毒之间交战。但是无论如何他还是忍下来了,内心有一股力量支撑着他,他咬紧牙关,不停地念佛,始终都没有放弃。
重见天日
一个月后,毒魔终于乏力投降,智辉的身心逐渐安定下来。沉沦毒海的他,依乘这一句佛号的慈航,经历险难,终究安全地靠了岸。「真的有效!」他欣喜自己在狂风暴雨的摧残后,又见到了生命中的阳光。
戒毒后,智辉对佛法的信心更坚定了。两年半前的元旦,他到寺庙地藏院参加法会,正式归依三宝,真心诚意地去恶从善,精进修学。他说:「师父,圣开上人所说的动中修,就是在越动越闹的地方,越要去修,一切时一切地都要保持觉照,自己起烦恼时就要调伏,因为修行是要在生活中一点一滴去努力的。」因念佛戒毒成功的因缘,智辉以念佛为自己继续修持的法门,时刻都不离佛号。曾经领会佛号由自性不断流露的法喜,他更感到佛法实不可思议,妙不可言。
回首过去的浪荡生涯,智辉才知道现在的自己是多么幸运。吸毒的日子,终日沉溺于财色名食睡中,时刻只想赌博、享乐,填补内在的空虚。他说:「我真正的人生是从学佛开始的。学佛后才知道人生的路该怎么走,升华自己的内在,去培养慈悲喜舍之心。感觉现在的日子很踏实。」
除了在事业上努力,他也更懂得如何去照顾家人,替别人着想。这种转变,是父母最感欣慰的。
「青少年吸毒,大部分是受环境影响,因此希望父母能够建立佛化家庭,从小引导孩子有正确的人生观,这样一定可以减少社会问题。」这是智辉居士走过一段黑暗之路后深刻的体会。他也呼吁青少年们要远离恶缘,亲近善知识,千万不要因一时好奇或糊涂,落入黑暗的深渊。
《人乘佛刊》1993年6月号
作者:正宽
按:
世间之毒,吸食成瘾。
称佛名号,竟能消泯。
三界之毒,举世皆中。
欲出毒海,还需念佛。
摘录自 :
《念佛感应录》第四集